Langsung ke konten utama

Postingan

PROFIL

Nama : M. Aldo Prodito Akbar NIM : 2202036470 Kelas : Perpajakan 22 A
Postingan terbaru

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA PART 2

  Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara   Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara  a. Esensi Pancasila sebagai Dasar Negara Sebagaimana dipahami bahwa Pancasila secara legal formal telah diterima dan ditetapkan menjadi dasar dan ideologi negara Indonesia sejak 18 Agustus 1945. Mahfud M.D. (2009: 16-17) menegaskan bahwa penerimaan Pancasila sebagai dasar negara membawa konsekuensi diterima dan berlakunya kaidah-kaidah penuntun dalam pembuatan kebijakan negara, terutama dalam politik hukum nasional.  Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut: 1) Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber tertib hukum Indonesia. Dengan demikian, Pancasila merupakan asas kerohanian hukum Indonesia yang dalam Pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia dijelmakan lebih lanjut ke dalam empat pokok pikiran.  2) Meliputi suasana kebatinan (Geislichenhintergrund) dari UUD 1945.  3) Mewujudkan cita-cita hukum b

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

 Menelusuri Konsep Negara, Tujuan Negara dan Urgensi Dasar Negara   1. Menelusuri Konsep Negara Menurut Diponolo (1975: 23-25) negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang berdaulat yang dengan tata pemerintahan melaksanakan tata tertib atas suatu umat di suatu daerah tertentu. Lebih lanjut, Diponolo mengemukakan beberapa definisi negara yang dalam hal ini penulis paparkan secara skematis. Sejalan dengan pengertian negara tersebut, Diponolo menyimpulkan 3 (tiga) unsur yang menjadi syarat mutlak bagi adanya negara yaitu:  a. Unsur tempat, atau daerah, wilayah atau territorial  b. Unsur manusia, atau umat, rakyat atau bangsa   c. Unsur organisasi, atau tata kerjasama, atau tata pemerintahan.  Ketiga unsur tersebut lazim dinyatakan sebagai unsur konstitutif. Selain unsur konstitutif ada juga unsur lain, yaitu unsur deklaratif, dalam hal ini pengakuan dari negara lain. Berbicara tentang negara dari perspektif tata negara paling tidak dapat dilihat dari 2 (dua) pendekatan, yaitu: 

PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA PART 2

  Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia   1. Sumber Historis Pancasila Nilai-nilai Pancasila sudah ada dalam adat istiadat, kebudayaan, dan agama yang berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak zaman kerajaan dahulu. Misalnya, sila Ketuhanan sudah ada pada zaman dahulu, meskipun dalam praktik pemujaan yang beranekaragam, tetapi pengakuan tentang adanya Tuhan sudah diakui. Dalam Encyclopedia of Philosophy disebutkan beberapa unsur yang ada dalam agama, seperti kepercayaan kepada kekuatan supranatural, perbedaan antara yang sakral dan yang profan, tindakan ritual pada objek sakral, sembahyang atau doa sebagai bentuk komunikasi kepada Tuhan, takjub sebagai perasaan khas keagamaan, tuntunan moral diyakini dari Tuhan, konsep hidup di dunia dihubungkan dengan Tuhan, kelompok sosial seagama dan seiman. 2. Sumber Sosiologis Pancasila   Nilai-nilai Pancasila (ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, keadilan

PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

  Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila dalam Arus Sejarah Bangsa Indonesia  1. Periode Pengusulan Pancasila Ahli sejarah, Sartono Kartodirdjo, sebagaimana yang dikutip oleh Mochtar Pabottinggi dalam artikelnya yang berjudul Pancasila sebagai Modal Rasionalitas Politik, menengarai bahwa benih nasionalisme sudah mulai tertanam kuat dalam gerakan Perhimpoenan Indonesia yang sangat menekankan solidaritas dan kesatuan bangsa. Perhimpoenan Indonesia menghimbau agar segenap suku bangsa bersatu teguh menghadapi penjajahan dan keterjajahan. Kemudian, disusul lahirnya Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928 merupakan momenmomen perumusan diri bagi bangsa Indonesia. Kesemuanya itu merupakan modal politik awal yang sudah dimiliki tokoh-tokoh pergerakan sehingga sidang-sidang maraton BPUPKI yang difasilitasi Laksamana Maeda, tidak sedikitpun ada intervensi dari pihak penjajah Jepang. Para peserta sidang BPUPKI ditunjuk secara adil, bukan hanya atas dasar konstituensi, melainkan juga atas das

DINAMIKA & TANTANGAN PENDIDIKAN PANCASILA

  DINAMIKA PENDIDIKAN PANCASILA Sebagaimana diketahui, pendidikan Pancasila mengalami pasang surut dalam pengimplementasiannya. Apabila ditelusuri secara historis, upaya pembudayaan atau pewarisan nilai-nilai Pancasila tersebut telah secara konsisten dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan sekarang. Namun, bentuk dan intensitasnya berbeda dari zaman ke zaman. Penguatan keberadaan mata kuliah Pancasila di perguruan tinggi ditegaskan dalam Pasal 35 jo. Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012, tentang Pendidikan Tinggi, yang menetapkan ketentuan bahwa mata kuliah pendidikan Pancasila wajib dimuat dalam kurikulum perguruan tinggi, yaitu sebagai berikut:    1. Pasal 2, menyebutkan bahwa pendidikan tinggi berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. 2. Pasal 35 Ayat (3) menentukan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah: agama, Pancasila, Kewarganeg

LANDASAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA

            Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sudah terwujud dalam kehidupan bermasyarakat sejak sebelum Pancasila sebagai dasar negara dirumuskan dalam satu sistem nilai. Sejak zaman dahulu, wilayah-wilayah di nusantara ini mempunyai beberapa nilai yang dipegang teguh oleh masyarakatnya, sebagai contoh:  1. Percaya kepada Tuhan dan toleran,  2. Gotong royong,  3. Musyawarah,  4. Solidaritas atau kesetiakawanan sosial, dsb. Manifestasi prinsip gotong royong dan solidaritas secara konkret dapat dibuktikan dalam bentuk pembayaran pajak yang dilakukan warga negara atau wajib pajak. Alasannya jelas bahwa gotong royong didasarkan atas semangat kebersamaan yang terwujud dalam semboyan filosofi hidup bangsa Indonesia “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Konsekuensinya, pihak yang mampu harus mendukung pihak yang kurang mampu, dengan menempatkan posisi pemerintah sebagai mediator untuk menjembatani k